Sabtu, 27 Februari 2010

Penat Itu Bernama Asa


ketika mata semakin redup, telinga pendengar semakin membuyar tubuh ini ingin terkulai dalam dekapan keheningan, sejenak terdengar suara sayup mendayu- dayu tapi sedetik demi sedetik suara itu semakin tarik sangat ngejelimet begitu keras dan deras. sampai ku tak karuan dengan jengah menadah, sesak begitu mendesak asa ini suara batinku terhimpit penat ketakutan darah tak terarah mendidih begitu perih. suara itu mengoyak- ngoyak hidup nya, penuh kesadisan sampai tak pernah mengernyitkan alis sedikitpun. dia adalah pemburu berdarah hitam menatap mangsanya dengan seluruh urat disekujur tubuhnya begitu nanar berbinar sorotan mata gaibnya namun sangar.

terus dan terus bergejolak suara asa memburu setiap dengauwan nafas tumbalnya, setiap senti tubuh ku seolah terpenuhi duri, perih- nyeri tersayat- sayat dera derita rasa asa seeneknya menari- nari seri namun memaki dikubangan palung hati. asa seperti memberi pengaruh gaib sehingga jeri tersalib dan ditertawakan, dimaki- maki sampai karatan dan membesi. aah.... diriku ditatah luka, bau amis ketakutan semakin pekat dasyat amarah memerah seperti kulit terbakar api sunyi. kepekatan asa itu ibarat mendonor akar sasar bingar menyimpan dengan dingin beban berat- ringan yang mesti ditanggung hati sepi. tak pernah berhenti menadah saat ku pongah dari hidup, terus menggerayangi memecut- mecut kalut tapi ku yakin dengan sketsa rautmu yang terpatri di diri ini, kau pegangan hidup tuk menghadapi kebiadaban asa dan luka walau menerpa tanpa jeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar